[Majlis Akidah] Memikirkan mati memang bikin bulu kuduk
merinding. Paling tidak bikin kita
berhenti sejenak, tertegun. Masa iya masih muda kudu mikirin mati? Tapi tenang
saja. Tidak mungkin Allah dan Rasul menyuruh kita untuk sering-sering mengingat
mati jika tak ada manfaatnya.
Kematian laksana pintu, begitu Rasul pernah
menyatakan, setiap yang pernah hidup di dunia pasti memasukinya. Kematian itu
resiko kehidupan. Tak seorang pun yang hidup kecuali akan mati. Karenanya jika
tak mau mengalami mati, tidak usah hidup.
Dengan tegas al-quran menyatakan, setiap yang bernyawa akan merasakan
kematian. (Ali Imran [03]: 185).
Jika ada seseorang yang berhak untuk hidup
selama-lamanya, mungkin Rasulullah saw. paling berhak atas keistimewaan itu.
Tapi nyatanya tidak. Jauh hari sebelum beliau wafat di usianya yang ke-63,
Allah telah mengingatkan beliau akan kematian itu, sesungguhnya engkau akan
mati sebagaimana mereka pun akan mati (Az-Zumar [39]:30).
Namun demikian, kita kudu memaklumi bahwa ada
sebagian orang yang ketar-ketir dan sedih waktu menghadapi kematian. Mungkin karena
memang takut atau karena belum siap menghadapinya. Di antara manusia ada yang berkeinginan untuk
hidup seribu tahu. (Al-Baqarah [2]:96).
Kita yang masih bernafas _masih hidup sehat wal
‘afiat, memang belum pernah merasakan kematian. (Ada yang mau coba?) Tapi dari penjelasan-penjelasan
agama _baik al-quran atapun hadits Nabi, kita bisa menemukan bahwa kematian itu
bukan sesuatu yang perlu ditakutkan.
Bukan Karena kematian tak akan menjumpai kita
atau kita bisa lari darinya, tapi justru karena kita pasti mengalami dan
senantiasa mempersiapkan kedatangannya. Jika boleh berandai-andai, kematian itu ibarat
tamu agung, maka harus ada persiapan khusus untuk menyambutnya.
Manusia terdiri dari dua unsur pokok; tanah dan
ruh, Keduanya tidak bisa dipisahkan.
Jika terpisah, tidak lagi dikatakan sebagai manusia. Pertama kali manusia
diciptakan dari tanah. Kemudian dihembuskan ruh setelah sempurna bentuknya
(Shad [38]: 71-72).
Ada suatu saat ruh kita terpisah dari jasadnya.
Saat tidur ruh kita digenggam oleh Allah dan dikembalikan lagi ketika kita
terbangun. Jika kita sudah meninggal, maka ruh itu tetap dijaga dan dipelihara
oleh Allah. (Az-Zumar [39]:42)
Ketika ditanya apa di surga ada tidur, Rasulullah
saw. menjawab, “tidur itu saudara mati. Di surga tidak ada kematian, sehingga
tak ada tidur.” (bukan berarti beliau saw. menyuruh kita untuk puas-puasin
tidur ketika di dunia.)
Karenanya Rasulullah saw. mengajarkan kepada
para sahabat _juga kepada kita umatnya, untuk membaca do’a setiap kali bangun
tidur, “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah Dia
mematikan kami.” (Artinya Allah membangunkan setelah menidurkan kita). Jika
ngantuk itu nikmat dan tidur itu lebih nikmat, bukankah akan lebih nikmat lagi
ketika kematian menjemput kita?
Kita percaya Allah yang menghidupkan dan
mematikan kita. Kematian diberikan Allah kepada manusia yang pernah hidup di
dunia. Setelah mati kita akan menuju Allah. Bukankah apa saja yang diberikan
Allah itu baik? Lagi pula, bukankah tempat
yang akan kita tuju setelah melewati fase kematian itu tempat yang indah, yang
luas, dan penuh dengan kenikmatan.
Memang, sikap manusia dalam menghadapi kematian
akan beragam. Tergantung persiapan yang kita lakukan untuk menghadapinya. Orang
yang yakin dan percaya bahwa tempat yang ditujunya lebih baik, dia akan merasa
senang menuju tempatnya yang baru. Orang yang beriman, meninggal dalam keadaan
tenang dan tersenyum. Karena ketika menghadapi kematian, mereka telah melihat
dan merasakan kenikmatan-kenikmatan yang telah dijanjikan Allah. Kita simak
firmanNya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyatakan
(meyakini) bahwa Tuhan kami adalah Allah, kemudian istiqomah (berpegang teguh)
dengan keyakinan tersebut, maka malaikat akan turun kepada mereka (di saat-saat
kematian) sambil (menenangkan) dengan mengatakan, ‘Janganlah kamu merasa
khawatir (menghadapi kematian), janganlah pula kamu merasa sedih (meninggalkan
dunia dan keluarga), dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang
telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan
dunia (bagi keluarga yang kamu tinggalkan) dan di akhirat (tempat kamu). Di dalamnya
kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu
minta.” (Fushilat [41]:30-31)
Ketika Ibrahim as. didatangi Izrail yang hendak
mencabut nyawanya, ia berkata, “Wahai
Malaikat Maut. Bukankah aku ini khalilullah (kekasih Allah). Adakah kekasih
yang menghendaki kekasihnya mati?” Izrail yang tak menemukan jawaban yang
pasti, kembali ke hadapan Allah dan menyampaikan apa yang dikatakan Nabi Ibrahim
as.
Kemudian Allah berfirman kepadanya, “Hai Izrail,
sampaikan salamku kepada Ibrahim. Katakanlah kepadanya, ‘Adakah kekasih yang
tak ingin segera bertemu dengan kekasihnya?’" Izrail menyampaikan apa yang
telah diamanahkan kepadanya. Mendengar itu, Nabi Ibrahim pun bersedia dicabut
nyawanya, tentunya dengan husnul khotimah.
Sebaliknya, orang akan takut dan khawatir
meninggalkan dunia ini jika merasa tempat yang akan ditujunya lebih buruk dan
lebih sempit ketimbang tempatnya di dunia.
Allah menggambarkan keadaan mereka ketika
menghadapi kematian, “Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang
yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka dan berkata, "Rasakan
olehmu siksa neraka yang membakar". tentulah kamu akan melihat suatu
pemandangan yang sangat mengerikan.” (Al-Anfaal [8]:50)
Suka atau tidak suka, kematian pasti datang.
Izrail akan menemui kita untuk melaksanakan tugasnya. Senang atau tidak senang
dalam menghadapi kematian, semua tergantung pada sikap kita dan bagaimana cara
kita mempersiapkannya. Orang yang senang bertemu dengan Allah, maka Allah akan senang
bertemu dengannya. Sementara orang yang suka bertemu dengan Allah, maka Allah
tidak akan suka bertemu dengannya.
Rasulullah saw. bersabda, “Seorang mukmin
apabila diberi kabar gembira dengan rahmat Allah, keridaan dan surga-Nya, maka
dia akan senang bertemu dengan Allah dan Allah akan senang bertemu dengannya.
Dan orang kafir apabila diberitahukan tentang siksaan serta kemurkaan Allah,
maka dia akan membenci pertemuan dengan Allah sehingga Allah pun akan membenci
pertemuan dengannya. (Shahih Muslim No.4845 hadits dari Aisyah ra.)
Sejatinya orang yang senang bertemu dengan
Allah, yang telah diberi kabar gembira dengan rahmat, ridha, dan surganya,
sudah pasti akan mempersiapkan perbekalan sebelum ajal menjemputnya. Allah swt
berfirman, "Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (Al-Kahfi [18: 110) ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar