"إن عدم العلم بالدليل ليس حجة والعلم بعدم الدليل حجة"

“Tidak mengetahui adanya dalil itu bukan hujjah, yang menjadi hujjah adalah mengetahui tidak adanya dalil.”


[Ibnu Quddamah]

Senin, 10 Desember 2012

Membakar Kemenyan

[Majlis Ibadah] Bagi sebagian masyarakat, bau kemenyan diidentikan dengan ritual perdukunan atau pemanggilan roh. Sementara sebagian yang lain menganggapnya sebagai pengharum ruangan. Persoalan ini akan lebih bisa dipahami jika kita merujuk pada hokum asalnya.
Hukum asal benda adalah mubah alias boleh, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Jika dupa atau kemenyan seperti yang biasa dibakar dan digunakan  pada acara pengajian akbar dan perayaan maulid, maka hukumnya sunah. Karena tujuannya untuk membuat wangi ruangan.
Namun jika digunakan untuk hal-hal yang bertentangan dengan Islam, seperti untuk memanggil roh atau jin kafir untuk membantu menyelesaikan urusan, maka hukumnya bisa haram. Jadi hukum membakar kemenyan atau dupa tergantung pada niatnya penggunaannya.
Rasulullah saw. sangat menyukai wangi-wangian, baik hasil ekstrak bunga ataupun dari pembakaran berupa kayu gaharu yang dirajang kecil-kecil seperti yang dilakukan oleh orang-orang Arab hingga kini. Tujuannya sebagai pengharum ruangan.
Beberapa sahabat seperti Abu Sa’id, Ibnu Umar, dan Ibnu ‘Abbas ra. berwasiat agar kain kafan mereka diukup (diasapi) dengan kayu gaharu. Beliau saw. sendiri memerintahkan para sahabat untuk mengukupi kain kafan mayit dengan ganjil, tiga kali. [HR. Ibnu Hibban, Al-Hakim, al-Dailami, dan Imam Ahmad] juga pada saat berkumpul di dalam mesjid mengadakan sebuah acara. [HR. Al-Thabrani]. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar