[Majlis Ibadah] Ibadah secara bahasa _diambil dari bahasa Arab, artinya melayani,
patuh, atau tunduk. Orang yang melakukan ibadah disebut ‘abid alias hamba atau
budak. Apa yang dimiliki seorang budak? Tidak punya apa-apa. Bahkan, dirinya
sendiri pun milik tuannya. Karenanya semua aktivitas yang dilakukan seorang
hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya.
Sebagai makhluk yang diciptakan Allah, manusia kudunya sadar bahwa
ia hidup hanya untuk melakukan penghambaan kepada Allah. Sebagai konsekuensi
telah dilahirkan, diberi rizki dan akal pikiran, serta kesehatan sehingga bisa
menjalani kehidupan ini dengan semestinya. Penghambaan inilah yang dinamakan
dengan ibadah. Allah menegaskan bahwa manusia juga jin _baik yang beriman atau
yang kafir, diciptakan untuk beribadah kepadaNya (al-Dzariyat: 56).
Apa yang dimaksud dengan ibadah? Allah menegaskan ibadah sebagai
jalan yang lurus (Yasin: 61) Sedangkan orang-orang yang berada di jalan yang
lurus itu adalah mereka yang berpegang teguh pada apa yang telah diwahyukan
Allah (Al-Zukhruf :43). Karenanya seseorang dikatakan beribadah kepada Allah
jika dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh pada wahyu Allah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengartikan ibadah sebagai segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya,
baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang
nampak (lahir).[1]
Apa saja yang kita lakukan, entah itu shalat, baca al-quran,
belajar di sekolah, diskusi sama temen-temen, berbakti sama ortu, atau ngasih
makan kucing kelaparan di pinggir jalan, jika mengharapkan keridhaan Allah,
maka akan dinilai ibadah. Saking luasnya makna ibadah, ulama membaginya menjadi
dua kategori, yaitu ibadah mahdhah dan ghair mahdhah.
Ibadah mahdhah yaitu ibadah murni yang secara khusus melibatkan
hubungan hamba dengan Tuhannya seperti shalat dan puasa. Karenanya dalam
menjalankan ibadah mahdah ini dilandaskan pada asas ketaatan, kudu bersumber
dari dalil yang jelas, dan tatacaranya kudu mengikuti apa yang sudah
dicontohkan oleh Rasul (an-Nisa:46). Selain itu, ukuran ibadah mahdhah tidak
didasarkan pada logika. Artinya tidak semua perintah itu harus dipahami oleh
akal.
Ada beberapa perintah ibadah yang tidak bisa dijangkau oleh akal
karena sifatnya yang terbatas. Misalnya buang angin alias kentut yang
membatalkan wudhu. Agama tidak menganjurkan untuk membersihkan dubur ketika mau
shalat, tapi cukup dengan berwudhu lagi. Dengan demikian, ibadah mahdhah dirumuskan
sebagai perbuatan yang dilakukan karena Allah dan sesuai syariat.
Sedangkan ibadah ghair mahdhah yaitu ibadah yang hubungannya tidak
semata melibatkan hamba dengan Tuhannya, tetapi juga hubungan hamba dengan
makhluk Allah yang lain. Perbuatan ini boleh dilakukan asal tidak ada dalil
yang melarangnya. Tata cara pelaksanaannya juga tidak harus seperti apa yang
dilakukan oleh Rasul karena ada beberapa aktivitas di zaman sekarang yang tidak
pernah ada di zaman Rasulullah. Inilah yang disebut dengan bid’ah hasanah.
Ibadah ghair mahdhah sifatnya rasional alias bisa diperhitungkan
baik dan buruknya oleh akal. Karenanya asas yang digunakan dalam melaksanakan
ibadah ini bukan ketaatan, tetapi asas manfaat. Jika perayaan maulid nabi itu
bertujuan untuk mensyiarkan Islam dan menambah kecintaan kepada Rasul, maka
boleh dilakukan meskipun di zaman Rasul dan para sahabat, praktik tersebut
belum pernah ada. Karenanya ibadah ghair mahdhah dirumuskan sebagai perbuatan
baik yang dilakukan karena Allah.
Kaidah ushul fikh menyebutkan, asal ibadah itu dilarang sebelum ada
dalil yang mensyariatkannya. Artinya bersifat tauqifi atau harus ada dalil pasti yang
menjelaskannya. Maksud dari pernyataan ini yaitu, ibadah boleh dilakukan jika
ada dalil yang memerintahkannya atau boleh dilakukan jika tidak ada dalil yang
melarangnya.
Selain hati yang kudu ikhlas dalam beribadah, agar sempurna dan
diterima ibadah yang kita lakukan, kita kudu punya ilmunya. Baik ilmu tentang
dasar yang mensyariatkan perbuatan yang kita lakukan atau ilmu mengenai tata
cara pelaksanaannya. Ibnu Ruslan menyebut, orang yang beramal tanpa ilmu, maka
amalnya tertolak alias tidak diterima.[2]
***
Enak dibacanya, Thank's
BalasHapus